Hari Rabu tanggal 9 Februari 2022 lalu menjadi salah satu hari bersejarah untuk Wahyu. Pasalnya, di hari itu ia melakukan vaksinasi covid-19 tahap 1. Yeay! 🎉
Pelaksanaan vaksinasi ini sebenarnya sudah dijadwalkan sejak akhir Januari lalu namun karena belum ada sosialisasi dari pihak Dinas Kesehatan kepada orang tua siswa jadilah pelaksanaan vaksinasinya diundur dan baru dilakukan hari Rabu kemarin.
Sejak diumumkan akan ada pelaksanaan vaksinasi covid-19 di sekolahnya, Wahyu mulai resah. Berkali-kali ia bilang pada saya bahwa ia takut untuk divaksin. Saat ia menyerahkan surat persetujuan vaksinasi dari sekolah yang harus ditandatangani orang tua, ia mengatakan pada saya bahwa saya boleh memilih option B (tidak setuju anak divaksin). Menurutnya, guru tidak akan marah bila orang tua tidak setuju anaknya divaksin karena vaksinasi ini sifatnya tidak wajib.
Saya bergeming. Ketakutan Wahyu sempat membuat saya goyah. Saya khawatir Wahyu mengalami KIPI yang parah usai divaksin. Apalagi beberapa hari sebelumnya beredar kabar bahwa ada anak sekolah dasar yang meninggal dunia 24 jam setelah divaksin. Nyali saya tidak kuat. Namun niat saya untuk berpartisipasi menyukseskan program vaksinasi covid-19 hingga tercapai herd immunity sangat kuat. Saya dilema. Haruskah saya mundur? Apalagi suami juga setengah hati menyetujui vaksinasi Wahyu ini.
Setelah berpikir cukup lama, akhirnya kami putuskan untuk setuju saja dengan vaksinasi Wahyu. Toh selama ini dia baik-baik saja setelah vaksin/imunisasi apapun. Saya dan papanya juga baik-baik saja setelah divaksin covid-19, insyaallah Wahyu mengikuti jejak kami. Bismillah!
selfie dulu sebelum divaksin, hehehe |
Dan tibalah hari H pelaksanaan vaksinasi. Karena Rabu adalah hari kerja, jadi saya ke kantor dulu untuk melakukan finger print dan minta izin pada atasan agar diizinkan keluar beberapa jam dalam rangka menemani anak vaksin. Wahyu menunggu saya di luar. Usai minta izin, kami langsung ke sekolahnya, karena vaksinasi itu dilakukan di sekolah Wahyu.
Sesampainya di sekolah, kami disambut guru Wahyu. Saat itu sekolah masih sepi, baru beberapa siswa yang datang. Saya belum melihat orang tua siswa yang datang. Saya bertanya pada guru, jam berapa vaksinasinya dimulai? Guru menjawab kegiatan vaksinasi belum dilakukan karena petugas kesehatan dari puskesmas Lakudo belum tiba di lokasi.
Agar tidak bete, saya mengizinkan Wahyu bergabung dengan teman-temannya sementara saya berbincang-bincang dengan gurunya. Sekitar 30 menit berbincang, saya menyadari sesuatu, rupanya saya lupa membawa kartu keluarga, duh! 🤦♀️. Segera saya telepon suami untuk membawakan fotocopy kartu keluarga.
Beberapa waktu kemudian, petugas kesehatan dari puskesmas Lakudo datang. Segera saya temui Wahyu yang sedang duduk rapi bersama teman-temannya. Dari jauh saya perhatikan ekspresi wajah mereka satu-persatu. Ekspresinya bermacam-macam, ada yang tegang, takut, cemas namun ada juga yang terlihat santai. Semakin dekat dengan posisi duduk Wahyu, lamat-lamat saya mendengar salah satu teman Wahyu berkata:
"teman-teman, menurut info yang saya dengar, setelah divaksin kita akan jadi zombie".
Mendengar ucapan temannya, saya lihat wajah Wahyu semakin tegang dan takut. Ya, seperti yang saya tulis di awal, Wahyu memang ketakutan melakukan vaksin ini. Ada banyak info hoax yang ia dengar dari teman-temannya baik teman sekolah maupun teman mainnya di rumah. Bahkan sepanjang jalan saat kami ke sekolahnya, ia hanya diam dan jantungnya berdegup kencang. Ternyata hoax tentang vaksin sudah menyebar cepat hingga ke telinga anak-anak kita. Pe er banget nih buat kita menangkal info-info sesat tentang vaksin yang beredar di luar sana.
Segera saya peluk Wahyu dan mengajaknya ke tempat pendaftaran. Saya pikir bila ia berada di dekat temannya tadi, ia akan semakin takut dan mungkin saja endingnya ia akan menolak untuk divaksin. Namun alhamdulillah, informasi tentang manfaat vaksin yang saya bisikkan lumayan ampuh meredakan rasa takutnya. Ia semakin santai saat diperiksa tekanan darahnya oleh perawat yang pembawaannya kalem . Ia pun mulai tersenyum saat sang perawat mengajaknya bercanda.
pengukuran tekanan darah |
Setelah dilakukan pemeriksaan tekanan darah, kami menuju meja dokter untuk screening kesehatan. Dokter menjelaskan bahwa ada beberapa efek yang mungkin akan dirasakan setelah vaksin diantaranya demam, ngantuk dan nafsu makan meningkat.
Hasil screening kesehatan Wahyu adalah kondisi tubuhnya sangat layak untuk divaksin. Dan setelah menunggu beberapa saat, tibalah saatnya ia divaksin. Wajah tegangnya di awal kami datang sudah hilang. Sepertinya ia sudah siap menerima suntikan vaksin, hehehe
ibu gurunya berkata "ayo Wahyu, angkat jempolnya" |
Tidak terasa, perawat sudah selesai menyuntikkan vaksin dosis pertama ke lengan kiri Wahyu. Saya langsung mengajaknya keluar ruangan dan bertanya padanya perihal apa yang dirasakannya saat divaksin.
Mama: "Bagaimana perasaan Wahyu setelah divaksin?"
Wahyu: "Biasa aja. Wahyu tidak merasakan apapun"
Mama: "Apakah lengan Wahyu sakit setelah disuntik?"
Wahyu: "Saat disuntik memang sedikit sakit, tapi cuman sebentar. Sekarang Wahyu sudah tidak merasakan sakit lagi"
Mama: "iya, vaksin covid sama saja dengan vaksin-vaksin lain yang sudah Wahyu terima selama ini. Itu artinya, berita-berita yang selama ini Wahyu dengar dari teman-teman itu adalah berita bohong. Berita itu diciptakan supaya anak-anak takut divaksin"
Wahyu: "Iyaa, Wahyu menyesal sudah percaya berita itu"
**
Alhamdulillah, akhirnya Wahyu sadar bahwa berita yang ia dengar dari teman-temannya selama ini adalah hoax. Ternyata apa yang ia takutkan tidaklah terjadi.
Setelah vaksin, kami diminta menunggu selama 15 menit untuk melihat apakah ada reaksi yang timbul dan sekaligus menunggu kartu vaksin yang sedang dibuatkan petugasnya. Kartu ini akan dibawa kembali saat vaksin kedua nanti. Setelah 15 menit menunggu dan tidak ada reaksi negatif yang timbul di tubuh Wahyu, kami akhirnya pulang.
Sesampainya di rumah, suami langsung membuka aplikasi Peduli Lindungi dan mengecek apakah sudah ada sertifikat vaksin Wahyu, dan hasilnya ternyata sudah ada. Wow cepat juga yaa prosesnya.
sertifikat vaksin dosis pertama Wahyu |
Oh iyaa, hampir lupa, untuk jenis vaksinnya, Wahyu menggunakan vaksin Sinovac. Fyi, berbeda dengan anak usia 12-17 tahun yang menggunakan 2 jenis vaksin yakni Sinovac dan Pfizer (salah satunya), untuk anak usia 6-11 tahun, vaksin yang digunakan hanya 1 jenis saja yakni Sinovac. Kesimpulannya adalah semakin dewasa usianya, semakin banyak pilihan vaksinnya. Orang yang usianya 18 tahun ke atas bisa memilih vaksin yang ia mau, seperti Sinovac, Astra Zeneca, Pfizer, Sinopharm atau Moderna.
Itulah pengalaman Wahyu saat melakukan vaksinasi covid-19 tahap 1 minggu lalu. Sama seperti saya dan papanya, alhamdulillah ia tidak mengalami KIPI. Yang terjadi setelah vaksin justru makannya jadi lebih lahap. Ia yang biasanya malas makan, setelah vaksin jadi minta makan terus.