Apakah
kamu termasuk orang yang punya hobby foto tapi tidak punya
kamera pendukung? Kalo pertanyaan itu diajukan pada saya, tanpa
ragu saya akan menjawab: Iya. Bagaimana tidak, saya adalah seseorang
yang “kaget dikit, foto. Kaget dikit, foto” atau istilah lainnya
“muka doyan kamera” tapi tidak punya kamera mumpuni untuk
mendukung kegemaran saya itu.
Entah
sejak kapan kegiatan berpose di depan kamera ini menjadi hal yang
saya sukai. Sepertinya sih sejak kecil. Yang saya ingat, saat duduk di
bangku SMA (awal tahun 2000-an) saya suka banget bergaya di depan kamera. Namun karena
saat itu setiap kali berfoto saya harus merogoh kocek sebesar Rp.
3.000,- untuk dibayarkan pada si tukang foto, yang mana nilai segitu
adalah nilai uang jajan saya selama tiga hari, maka terpaksa saya harus meredam rasa suka itu. Tak sanggup rasanya bila harus menanggung beban yang ditimbulkan oleh rasa cinta saya pada hal yang
satu itu. Bila hobby bergaya di depan kamera itu diteruskan, bisa
bangkrut Hayati Bang *pemikiran anak sekolah yang masih meminta uang jajan pada orang tua*
Hingga
pada tahun 2006, tepatnya saat saya duduk di bangku kuliah semester
enam, saya mulai berkenalan dan memegang kamera ponsel untuk pertama
kalinya. Kamera ponsel yang saya pegang itu bukanlah milik saya,
melainkan milik salah seorang sahabat saya (sebut saja namanya: Fia)
yang kebetulan tinggal di kost-an yang sama dengan saya.