PAPA, MERTUA DAN KEBIASAAN MEREKA BERCOCOKTANAM
Agustus 22, 2018
Industri pertanian. Dua hari lalu, saat saya dan Wahyu sedang asyik bermain di ruang tivi, tiba-tiba terdengar suara pintu depan diketuk. Saat dibuka, ternyata yang datang adalah tetangga. Tujuan kedatangannya untuk meminta beberapa helai daun pandan yang tumbuh di pekarangan rumah kami.
Ya, di sekitar rumah mertua memang terdapat banyak tanaman. Tak hanya aneka bunga, banyak pohon buah-buahan yang bisa dengan mudah kita temukan di pekarangan rumah, mulai dari pohon kelapa, belimbing wuluh, sirkaya, sirsak, pisang, tebu, jeruk nipis, rambutan dan pepaya. Tak ketinggalan sayur-sayuran dan beberapa bumbu dapur seperti seledri, kunyit, jahe dan daun pandan. Masih ada pula umbi-umbian seperti keladi dan ubi jalar. Hampir lengkap yaa, mertua saya memang rajin bercocoktanam, beda banget dengan menantunya ini, hehehe
Banyak hal positif yang kami dapatkan dari kegiatan bercocoktanam di pekarangan ini. Selain rumah menjadi lebih sejuk karena panas matahari tak bisa langsung masuk ke dalam rumah, pengeluaran juga menjadi lebih hemat karena anggaran belanja untuk membeli sayur dan buah tak perlu dikeluarkan lagi jadi bisa dialokasikan untuk keperluan lain. Kelebihan lainnya adalah buah dan sayurnya juga jelas lebih sehat dan segar. Iya dong, hasil kebun sendiri.
pohon yang cukup rindang di depan rumah mertua |
Dan entah mengapa, kebiasaan mertua ini tiba-tiba mengingatkan saya pada kebiasaan Papa. Papa juga sangat suka berkebun. Saking sukanya, setelah pensiun, papa memutuskan untuk menjadi petani. Untuk mengisi hari-harinya, beliau menggarap sebidang tanah (milik orang) yang tak jauh dari rumah.
Pada sebidang tanah itu papa menanam beragam jenis sayur dan buah. Sejak papa berkebun, mama tak pernah lagi membeli sayur di pasar, yang terjadi justru sayur-sayuran dari kebun papa dibeli oleh pedagang sayur di pasar untuk kemudian dijual lagi. Adik-adik saya yang sedang kuliah di Kendari juga tak luput menikmati hasil kebun papa ini. Setiap bulan, mama selalu mengirimi mereka sekarung sayur dan buah via DAMRI
Banyak yang bilang tanah yang digarap papa itu bukanlah tanah yang
subur. Sudah ada beberapa orang sebelumnya yang bercocoktanam di situ
tapi tanamannya tak subur, makanya saat mereka mendengar papa
akan menggarap tanah itu, mereka ragu apakah bisa menghasilkan tanaman
yang subur. Dan papa berhasil mematahkan keraguan itu. Sayur dan buah
yang ditanam papa tumbuh subur dan lebat.
Saya sangat yakin dengan kemampuan papa bercocok tanam karena papa pernah bercerita bahwa sejak kecil beliau sudah sangat akrab dengan kegiatan tanam menanam ini. Ya, papa memang bukan orang baru dalam dunia pertanian ini. Ibunya (nenek) adalah seorang petani yang sebagian besar hidupnya dihabiskan di kebun. Sebagai anak bungsu yang sangat dekat dengan ibunya, papa jelas akrab dengan kebun dan sawah yang menjadi kesehariannya.
Saya ingat, waktu masih sekolah dasar, saya selalu mengajak teman-teman ke rumah untuk main masak-masakan. Yang kami masak adalah sayur dan umbi-umbian yang ditanam papa di kebun (kala itu di belakang rumah kami ada sebidang tanah kosong dan papa memanfaatkannya dengan menanam berbagai jenis umbi-umbian, kacang-kacangan, sayuran dan buah-buahan).
Saat musim jagung tiba, banyak tetangga dari Tolandona (kampung halaman mama) yang datang ke rumah kami untuk mengambil jagung dan labu (saat musim jagung, papa juga menanam labu). Hasil panen kebun papa melimpah ruah. Saya ingat, bila musim panen tiba, loteng dan bawah ranjang akan full dengan labu, jagung dan beberapa hasil kebun lainnya.
Ahhh, rasanya indah banget mengingat masa-masa itu. Seandainya saat ini papa masih ada, pasti hasil dari tanah yang digarapnya juga tak kalah banyak dari yang dulu. Apalagi sekarang industri pertanian semakin maju, saya yakin hasilnya pasti lebih baik. Hiks, jadi kangen papa nih.
Alfatihah buat Papa.
31 Komentar
Kenapa tidak semua orang tangannya adem dalam bercocok tanam ya mbak 😓
BalasHapuspapa mertuaku juga sangat sukaaa bercocok tanam mba. Dan selalu berhasil dengan baik. Al-fatihah buat beliau dan juga papaku..senang main ke kebun hasil bercocok tanam mereka
BalasHapusKalau saya yang suka bercocok tanam itu almarhumah mamah mertua dan suami. Mamah mertua malah suka sambil ajak ngobrol tanaman-tanamannya kalau lagi dirawat. Jadi kangen almarhumah kalau begini :)
BalasHapusAku pum6suka berkebun di rumah lama karena sisa tanahnya luas. Sayamg banget mesti pindah di rumah sekarang yang luasnya separo rumah lama. Sekarang cuma bisa menanam jeruk tiga macam, sirsak, sama tanaman hias lain. Aku masih punya mimpi bisa memiliki sebidang tanah untuk berkebun sayur
BalasHapusAlfatihah buat Papanya, mba. Kenangan yang indah memang selaku berbekas ya
BalasHapusBercocok tanam katanya emang bikin hati dan pikiran jadi tenang. Mamiku dan Mama Mertuaku pun suka banget bercocok tanam, khusus tanaman hias.
BalasHapusAlfatiha buat bapaknya yah kaka, luar biasa kenangannya yah kak
BalasHapusaku juga suka berkebun mbak. Bahkan sampai sekarang di sekitar rumah banyak tanaman bumbu dapur dan herba. Entah kenapa ga suka aja nanem bunga yang ada kembangnya. Mending nanem sayuran atau buah.
BalasHapusBapak saya juga semenjak pensiun langsung terjun ke kebun untuk bertani,tapi memang tangan beliau dingin banget kalau soal menanam, membuang biji buah aja bisa tumbuh :)
BalasHapusWah kompak ya hobi mereka. Semoga bahagia selalu di mana pun beliau berada sekarang
BalasHapusYa Allah kebiasaan papa yang baik ya mba. Aku memdoakan yang terbaik untuk papa mba Ira ya. Anak anak berarti nggak ada yang nertangan dingin seperti papa ya?
BalasHapusWah, aku jadi inget masa kecil di kampung, suka ikut ke kebun utk nanam jagung sampai panen. Paling suka kalau jagungnya udah pas buat bikin jagung rebus atau dibakar. Huu kangeen kampuung.
BalasHapusAlfatihah buat papa mba. Kalau saya malah bapak dan ibu saya yang suka bercocok tanam. Mereka suka banget ganti ganti bunga di kebun. Rasanya sayang kalau pas mau diganti ya, tapi kata bapak dan ibu biar fresh.
BalasHapusAku suka bertanam herbs, kalau sudah asik jongkok ngurusi taneman jadi suka lupa waktu, tau2 udah siang dan belum nyuci, masak, beres2 hehehehe.
BalasHapusKalau aku,
BalasHapusIbu mertuaku yang suka bercocok tanam.
bapak mertuaku suka banget dengan ayam.
hahaha
Sama kayak papaku, mbak. Papaku tangannya ajaib banget. Sama, skrg ngga pernah beli sayur. Makan sayur dan lalapan dr kebun di belakang rumah. Penen kayak beliau, tapi ku tak bisa. Hehehe
BalasHapusaku juga suka bercocok tanam mba. Dulu sempat jualan benih tanaman juga loh dan lumayan laris. Bahkan aku juga punya blog khusus niche pekebun. Tapi sekarang udah stop nanem-nanemnya. Udah bosen dan ga setelaten dulu
BalasHapusAlfatihah buat papanya....
BalasHapusKalau aku pengennya hidroponik tapi blm terealisasi haha.
Ini halamanku blm ada tanaman mbak, pengennya nanemin yg kyk sayur, buah, cabe gtu2, moga2 soon terealisasi heeh :D
Senang ya kalau mertua bisa bercocok tanam dan bisa bagi-bagi di hasil panennya aku nih yang belum mencoba untuk bertanam tanam pengen sih ada
BalasHapusMbak Ira, bapakku juga hobi bercocok tanam, lho.. kalo pas pulkam tu seneng, lihat markisa, pepaya.. apalagi kalau pas musim rambutan atau mangga.. duuh..
BalasHapusbapak juga nanam cabe pakai polybag. pas harga cabe agak mahal tu membantu banget lho..
aku lagi ngikutin jejaknya nih..tapi karena lahan terbatas, jadi belum banyak yang aku tanam.
Wah senang ya mbak punya papa, mertua yang suka berkebun. Kalo kata orang punya tangan dingin, jadi yang dipegang bisa jadi. Al Fatihah juga tuk alm papa mbak ya. Makasih tuk sharingnya.
BalasHapusAlhamdulillah ayah mertuaku juga sama. Setelah pensiun memilih berkebun. Mungkin agar tubuh tetap sehat dan selalu ada aktivitas ya. Tapi aku senang sih jadi anak-anak bisa belajar banyak. Secara di kota kami area bertanam sedikit.
BalasHapusAl fatihah buat papa
Saya juga suka bercocok tanam. Senang sekali kalau bisa punya kebun dengan berbagai macam sayur dan buah-buahan. Ada kepuasan tersendiri, waktu panennya.
BalasHapusOrang yang cocok bercocok tanam, biasanya tangannya adem. Nanem apa aja mesti tumbuhnya. Beda kalau orang bertangan panas, pasti mati. hahahaha. Padahal faktor lain penentu hidup mati tanaman juga pastinya ada ya. Kompak kalau hobinya sama ya mba.
BalasHapusAllahumma firlahu warhamhu wa 'afihi wa'fuanhu.
BalasHapusIn syaa Allah bercocok tanam adalah amal jariyyah yang bisa dinikmati buah amalnya meskipun orangtua mba Ira sudah tiada.
Aamiin.
Al Fatihahh mb ~ akupun jg suka berkebun. Kalo sekarang trennya ke hidroponik kl di perkotaan ya mb. Seneng bgt liat ijo2 dan
BalasHapushasilnya bermanfaat
Papanya hebat, tangannya bisaan bikin tanaman tumbuh subur. :) Alfatihah untuk Papanya.
BalasHapusTangan dingin kalo kata kakek ku mbak.. hehehe. Setelah jadi ibu, sedikit demi sedikit aku juga mulai suka bercocok gtanam, walaupun belum serajin kakek ku atau mertuaku sih, hehehe. Tapi bisa banget jadi pelepas stres, apalagi pas makan hasilnya, wihhh kepuadsan tersendiri deh, hihi
BalasHapusAda yang bertangan dingin ya mbak, setiap apa yang dia tanam pasti jadi dan berbuah, ada juga yang tidak. Nah, saya termasuk yang kedua. Saya suka bercocok tanam, tapi sayangnya ga lama kemudian pasti aja ada tanaman yang mati. Kadang suka iri dengan kakak saya, dia nanam apa aja jadi dan awet gitu. Haha
BalasHapusBtw kenangan dengan papanya dalam banget ya. Sama halnya kenangan saya dengan papa saya juga. Al Fatihah untuk papa papa kita ...
Bapak mertuaku suka pelihara ayam Mba heheheheh beda keluarga beda cerita ya.
BalasHapusAKu kepngen juga bisa bercocok tanam, tapi aku takut cacing. Hiks aku selalu gagal nih
tangan dinginnya Papanya Kak Ira berhasil mematahkan keraguan orang akan kesuburan tanah itu dii Kak.
BalasHapusayoo Kak, sapa tahu bakatnya Papa itu menurun ke anak perempuannya juga ;)
Terimakasih telah berkunjung dan meninggalkan komentar di sini 😊😊
Mohon untuk berkomentar menggunakan kata-kata sopan dan tidak meninggalkan link hidup yah, karena link hidup yang disematkan pada komentar akan saya hapus 😉