CINTA RAHASIA
April 22, 2016sumber foto: kaskus.co.id |
Ini
adalah cerita tentang cinta yang tidak pernah terungkap. Cinta yang
tersimpan rapi di dalam hati seorang wanita.
Ini
adalah cerita tentang seorang wanita yang jatuh cinta pada lelaki
pendiam nan mempesona. Cinta yang tidak pernah tersampaikan.
Ini
adalah cerita tentang cinta seorang wanita kepada lelaki bermata
elang. Cinta yang tidak pernah terjawab.
Cerita
ini adalah cerita tentang CINTA RAHASIA.
***
Hari
itu, awal bulan juni, kami berada di atas KM. Lambelu, kapal Pelni yang akan membawa
kami menuju Makassar. Di atas kapal itu kami bertemu. Pertemuan yang terjadi
begitu cepat, secepat aku jatuh cinta padanya pada pandangan pertama.
Saat
kapal yang kami tumpangi telah berlabuh di pelabuhan Makassar,
penumpang saling berdesak untuk turun. Di antara banyaknya
penumpang yang saling berdesakan itu ada dua orang yang ditakdirkan
untuk bertemu. Iya, dua orang itu adalah aku dan dia.
Ahh,
seandainya saat itu aku sedikit lebih sabar dan tidak
terburu-buru mengikuti penumpang lain, mungkin aku tidak akan
merasakan sakit pada kakiku yang tertindis ransel seseorang yang
berada di depanku.
Seandainya aku mau menunggu sebentar saja, aku pasti tidak akan menatap
sinis pada lelaki pendiam itu. Seandainya aku menurut pada
ucapan salah seorang penumpang yang menyarankanku untuk tinggal
sebentar saja bersamanya. Seandainya.. Berjuta kata seandainya yang ada
dibenakku rasanya tak berarti lagi karena aku sudah terlanjur
mengambil keputusan untuk turun secara terburu-buru.
Aku
terpaksa menerima akibat dari tindakan ceroboh itu.
Akibat yang akhirnya aku syukuri. Aku tidak akan menyesali musibah yang yang aku alami hari itu
karena hal pahit yang menimpaku saat itu justru menjadi awal dari perasaan yang
paling indah dalam hidupku.
“Maaf, sepertinya beban ranselku terlalu berat hingga talinya tidak mampu
menahannya. Kakimu pasti sakit tertimpa beban seberat ini.”
Lelaki itu berkata dengan tatapan mata yang menunjukkan rasa bersalah.
“Iya
sakit” jawabku singkat
sambil meringis kesakitan.
“Ayo kita menepi dulu, biar aku lihat kakimu”
ia berkata sambil mengulurkan tangannya meraih tanganku.
Dengan pasrah aku menuruti kemana lelaki itu melangkah. Kami menepi di salah satu sudut yang tidak banyak orang berlalu lalang.
“sepertinya
kakimu bengkak” katanya sambil memegang kakiku yang memang terlihat memerah.
Aku
hanya diam membiarkannya memegang kakiku. Ia pun sama. Juga hanya
bisa diam dengan tangan yang belum terlepas dari kakiku. Mungkin karena kikuk, malu, atau ada sesuatu yang tak biasa, kami tidak berani saling menatap. Aku mengalihkan pandangan ke tempat lain sedang ia terus saja menunduk.
Pertemuan
kami saat itu ditutup dengan adegan ia mengantarku pulang ke asrama
putri yang aku tempati.
“Obatnya
jangan lupa dioles pada kakimu yang bengkak yah. Kalo sampe tiga hari kakimu masih terasa
sakit, jangan sungkan untuk menelponku”
itulah yang ia katakan sesaat sebelum pamit dan meninggalkan asrama putri tempat tinggalku.
“Baik”
jawabku singkat.
Perlahan
aku memasuki asrama. Tadinya ia ingin mengantarku hingga ke dalam tapi aku tak mengizinkannya. Aku malu terlihat oleh teman-teman. Entah apa yang mereka pikirkan jika melihatku diantar seorang pria asing padahal saat itu aku baru saja tiba setelah satu bulan penuh menikmati liburan di kampung halaman.
Pertemuan
pertama kami saat itu sungguh menjadi moment yang tak akan pernah terlupa. Entah mengapa sejak saat itu aku terus saja memikirkannya.
Setiap kali kuingat saat ia memegang kakiku, rasa hangat
perlahan-lahan menjalari hatiku.
Awan. Itulah kata yang keluar dari bibirnya saat memperkenalkan diri. Sikapnya yang tidak banyak kata sungguh membuatku penasaran. Satu hal yang paling aku suka adalah tatapan matanya yang setajam mata elang. Ketika mata itu menatapku, jantungku berdetak kencang tanpa bisa kukendalikan.
Sepanjang perjalanan dari pelabuhan ke rumah sakit dan dari rumah sakit ke asrama putri tempat tinggalku, tidak banyak kata yang keluar dari mulutnya. Tapi aku tahu, dalam diamnya tersimpan rasa cemas terhadap keadaanku. Aku bisa merasakannya karena hampir setiap saat ia melirik ke arahku.
Sepanjang perjalanan dari pelabuhan ke rumah sakit dan dari rumah sakit ke asrama putri tempat tinggalku, tidak banyak kata yang keluar dari mulutnya. Tapi aku tahu, dalam diamnya tersimpan rasa cemas terhadap keadaanku. Aku bisa merasakannya karena hampir setiap saat ia melirik ke arahku.
“Aku
baik-baik saja kok. Gak usah cemas. Setelah dioles obat kakiku pasti akan
sembuh” Ucapku
menenangkannya.
“Aku
khawatir Ra” ia
menatapku lekat-lekat.
--
Satu tahun berlalu
Hubungan kami semakin akrab. Walau tak ada kata cinta yang terucap dari mulutnya, perhatiannya padaku tak pernah berubah. Seminggu sekali kami bertemu. Saat bertemu banyak hal yang kami lakukan mulai dari nonton film baru di bioskop, makan malam di salah satu restoran temannya atau kadangkala kami hanya menghabiskan waktu sambil ngobrol di ruang tamu asrama. Apapun kegiatan yang kami lakukan saat bertemu pasti membuatku bahagia.
Hingga akhir-akhir ini kesibukannya sebagai mahasiswa semester akhir pada fakultas kedokteran umum semakin padat. Hal itu membuat kami jarang bertemu. Walau begitu, komunikasi kami tidak pernah putus. Sesibuk apapun kegiatan kami, telepon dan sms-an tetap lancar.
Dan malam itu ia datang ke asrama. Tak seperti biasanya, ia datang tanpa memberitahuku terlebih dulu. Syukurlah malam itu aku sedang ada di asrama dan tidak kemana-mana.
“Lagi dimana Ra? Aku di depan asrama kamu nih. Boleh aku masuk?
Hingga akhir-akhir ini kesibukannya sebagai mahasiswa semester akhir pada fakultas kedokteran umum semakin padat. Hal itu membuat kami jarang bertemu. Walau begitu, komunikasi kami tidak pernah putus. Sesibuk apapun kegiatan kami, telepon dan sms-an tetap lancar.
Dan malam itu ia datang ke asrama. Tak seperti biasanya, ia datang tanpa memberitahuku terlebih dulu. Syukurlah malam itu aku sedang ada di asrama dan tidak kemana-mana.
“Lagi dimana Ra? Aku di depan asrama kamu nih. Boleh aku masuk?
“kok
kesini gak bilang-bilang? Ayo masuk” kataku terkejut lalu buru-buru keluar menemuinya.
Di
ruang tamu asrama kami duduk. Ruangan ini selalu menjadi saksi pertemuan kami yang entah sudah keberapa kalinya. Namun ada yang berbeda di malam itu, biasanya, setiap kali bertemu atau jalan bersamanya hatiku selalu bahagia tapi tidak malam itu. Entah mengapa pertemuan in membuatku sedih seolah aku tidak akan melihatnya lagi.
Malam itu kami ngobrol seperti biasa. Setelah hampir setengah jam duduk di ruang tamu, ia mengajakku keluar.
"Jalan yuk, kebetulan ada restoran baru yang belum lama ini dibuka" ia mengajakku keluar untuk makan.
Setelah bersiap-siap, kamipun jalan. Sikapnya masih sama seperti biasanya. Masih membukakan pintu mobil untukku. Masih memuji penampilanku. Tapi sikapnya itu tidak menghilangkan perasaaan aneh di hatiku.
Malam itu kami ngobrol seperti biasa. Setelah hampir setengah jam duduk di ruang tamu, ia mengajakku keluar.
"Jalan yuk, kebetulan ada restoran baru yang belum lama ini dibuka" ia mengajakku keluar untuk makan.
Setelah bersiap-siap, kamipun jalan. Sikapnya masih sama seperti biasanya. Masih membukakan pintu mobil untukku. Masih memuji penampilanku. Tapi sikapnya itu tidak menghilangkan perasaaan aneh di hatiku.
“Tau
gak kenapa aku mengajak kamu makan malam di sini?”
Tanyanya sambil tersenyum.
“Gak”
jawabku singkat
“Karena
aku lapar lah” jawabnya
sambil tertawa
“Hmmm”
jawabku malas
“Gak lah, aku mengajak kamu keluar malam ini karena ada maksud yang ingin aku
sampaikan” ucapnya
terlihat serius
“oh
iya?” jawabku masih dengan satu kata singkat.
Semakin lama aku duduk bersamanya, hatiku semakin gelisah. Aku takut mendengar apa yang akan ia katakan. Aku takut tidak akan bertemu dengannya lagi. Aku takut.. Ahhh terlalu banyak ketakutan yang kurasakan.
Semakin lama aku duduk bersamanya, hatiku semakin gelisah. Aku takut mendengar apa yang akan ia katakan. Aku takut tidak akan bertemu dengannya lagi. Aku takut.. Ahhh terlalu banyak ketakutan yang kurasakan.
“Ra, nih makanannya udah datang. Silahkan dinikmati princess”
ucapnya sambil tersenyum manis.
Suasana makan malam yang kami lakukan masih sama seperti biasanya. Setelah
makan ia mengajakku ke pantai. Malam itu kami berjalan kaki
menyusuri pantai yang ramai oleh muda mudi yang sedang asyik
menikmati indahnya bulan purnama.
“Ra,
tau gak apa tujuanku mengajakmu keluar malam ini?” Tanyanya
dengan wajah serius setelah kami menemukan tempat yang pas untuk duduk.
“Untuk
makan malam kan? Kan tadi kamu bilang lapar”
jawabku mengembalikan kata-kata yang ia ucapkan di restoran tadi.
“Ada
hal lain yang ingin aku katakan”
wajahnya semakin serius. Mata elangnya semakin tajam. Ya Tuhan, ia
terlihat semakin gagah dan aku semakin menyukainya.
“Apa?”
tanyaku yang semakin diliputi rasa gelisah
“Ra, sebelumnya aku minta maaf bila yang akan aku katakan ini melukai hatimu. Tapi aku harus mengatakannya. Mulai
besok hingga aku selesai sidang skripsi, sebaiknya kita jangan bertemu
dulu. Pun dengan komunikasi kita. Aku ingin konsentrasi menyelesaikan tugas akhirku dan gak ingin terganggu dengan masalah pribadi”.
Deg. Inilah yang aku takutkan. Aku kaget dan nyaris tak percaya mendengar kalimat yang ia ucapkan. Rasa
gelisah yang aku rasakan sejak ia datang ke asrama beberapa saat yang
lalu sekarang terbukti.
“Apa selama ini hubungan kita mengganggu kenyamananmu Wan?”
Tanyaku dengan nada sedih.
“Bukan
itu maksudku Ra. Aku ingin konsentrasi agar secepatnya menyelesaikan
pendidikanku. Semakin cepat aku menjadi dokter semakin baik
kan?”
“Iya
sih” jawabku
“Baiklah.
Mulai besok hingga nanti kamu meraih gelar sarjana aku
gak akan mengganggumu. Aku tidak akan menelpon atau meng-sms kamu lebih dulu” lanjutku.
Itulah percakapan terakhir yang kami lakukan malam itu. Kami terdiam cukup lama sebelum akhirnya saya meminta untuk pulang. Ia mengantarku hingga pintu masuk.
"Sudah malam Wan. Aku mau istirahat. Terimakasih atas semua yang kamu lakukan malam ini"
Malam itu menjadi awal baru bagiku. Awal yang sangat berat. Awan hampir tidak pernah lagi menghubungiku bahkan setelah tiga bulan berlalu dan ia sudah menyelesaikan sidang skripsinya. Seiring berjalannya waktu aku mulai terbiasa dengan keadaan itu. Walau tidak bisa sepenuhnya melupakan semua kenangan yang telah kami lalui, tapi hari-hariku sudah kembali seperti dulu.
"Sudah malam Wan. Aku mau istirahat. Terimakasih atas semua yang kamu lakukan malam ini"
Malam itu menjadi awal baru bagiku. Awal yang sangat berat. Awan hampir tidak pernah lagi menghubungiku bahkan setelah tiga bulan berlalu dan ia sudah menyelesaikan sidang skripsinya. Seiring berjalannya waktu aku mulai terbiasa dengan keadaan itu. Walau tidak bisa sepenuhnya melupakan semua kenangan yang telah kami lalui, tapi hari-hariku sudah kembali seperti dulu.
Waktu
begitu cepat berlalu. Tanpa terasa akhirnya akupun menyelesaikan studiku. Gelar
sarjana ekonomi berhasil aku raih dengan predikat memuaskan. Aku berencana untuk pulang kampung setelah menerima ijazah dan menyelesaikan proses administrasi di kampus.
Aku dan teman-teman asrama memilih untuk merayakan kelulusan kami dengan menonton film bersama-sama di bioskop.
“Ra,
sepertinya itu Awan deh” Imel sahabatku menunjuk seorang lelaki
yang sedang antri membeli tiket. "tapi cewek yang disampingnya itu siapa yah?” lanjut Imel
Lelaki
yang ditunjuk Imel itu memang Awan. Dan sesuai yang dikatakan Imel,
ia memang jalan dengan seorang wanita. Wanita yang sangat cantik dan terlihat
berkelas. Mereka terlihat menonjol diantara pasangan penonton lainnya.
Pemandangan
malam itu menghapus semua harapan yang masih tersisa dalam hubungan
kami. Malam itu aku bertekad untuk melupakannya. Bukankah sejak dulu ia memang tidak pernah
menyatakan cinta kepadaku? Bukankah sejak dulu hanya akulah yang berharap pada hubungan kami?
Ahh,
aku tidak menyadari kalo alasannya ingin konsentrasi pada pendidikan
itu hanyalah kamuflase agar tidak menyakiti perasaanku. Ira, kamu
naif banget. Sambil mengusap air yang tiba-tiba menggenang di pelupuk mata, aku
keluar dari gedung bioskop saat filmnya sedang diputar.
Aku memutuskan untuk pulang ke asrama sendirian. Biarlah teman-teman merayakan hari kelulusan kami dengan tenang tanpa terganggu masalahku. Terburu-buru aku keluar dan segera menyetop taksi yang kebetulan lewat. Di dalam taksi aku tersadar bahwa handphoneku telah hilang dan jatuh entah dimana.
--
Hari ini di bulan Mei aku resmi meninggalkan kota Makassar dan pulang ke kampung
halamanku dengan menumpang kapal yang sama dengan yang kami tumpangi dulu. Iya, aku kembali menumpang di KM Lambelu, kapal yang menjadi tempat pertama kami bertemu. Seketika ingatan tentang pertemuanku dengan Awan kembali menari-nari di ingatanku.
Di atas kapal, aku meminjam handphone salah seorang penumpang yang duduk di sampingku untuk mengirim pesan kepada Lelaki bermata elang itu.
Di atas kapal, aku meminjam handphone salah seorang penumpang yang duduk di sampingku untuk mengirim pesan kepada Lelaki bermata elang itu.
“Wan, maafkan aku karena melanggar janji yang kita sepakati. Aku hanya ingin bilang bahwa saat ini aku sedang di atas kapal menuju kampung halamanku. Melalui sms ini aku hanya ingin bilang satu hal bahwa aku senang bisa mengenalmu.
Terimakasih karena selama ini sudah memberikan kenangan terindah
padaku”
Bersambung
*Note: kisah di atas adalah fiksi belaka. Jika ada karakter yang mirip, itu hanya kebetulan yang tidak disengaja
22 Komentar
cinta pada pandangan pertama.. asyik. di tunggu lanjutannya bagus mba
BalasHapusTerimakasih, ditunggu yah kelanjutannya :)
HapusAku salut dengan tata bahasa serta kosakatanya. Sungguh runut dan enak untuk dibaca. Beda jauh dengan tulisan artikelku. Ah mata elang, semoga saja mataku seperti itu. Sehingga ada yang menaruh hati padaku.
BalasHapusterimakasih pujiannya Mas Bumi :)
Hapustulisan Mas juga bagus *jempol*
degdeg jadi ikut deg2an mbak iraa, kirain ini kisah nyata
BalasHapuswah ditunggu lanjutanya mbak
bukan kisah nyata Mba Ninda, ini murni fiksi ^___^
HapusAhh.. sekarang ada kisah fiksi bersambung ya? Untung baru cerita pertama jadi ndak ketinggalan..
BalasHapusLanjoott ^^
sengaja saya kasih bersambung karena panjang skali tulisannya say, takutnya nanti orang bosan baca, hihihi
HapusLho ini fiksi toh? weleh.. weleh.. soalnya nama yang dipakai nama sendiri. Hehehe.. ditunggu mbak kelanjutannya
BalasHapusbingung cari nama untuk tokohnya Mba Rani, biar cepat pake nama sendiri aja deh, hihihi :D
HapusHmm saya kira mau sampai selesai mbak membuat hati saya kaget saja nih pas yang terakhir eh malah BERSAMBUNG, ahi hi hi.
BalasHapustunggu lanjutannya yah Kang :)
HapusKadang alesannya bgitu hihii, awan oh awan. Tapi mungkin bener alesan Awan mau fokus yah, trus jalan sama wanita lain?! Bersambung.. Sambungin mbaaa
BalasHapusMba pliss sambungannya dong. Penasaran nih hihi
BalasHapusaduuuh... jangan pulang kampung dong.... kita ketemu dulu aja bentar... kangen... wkwkwkwkwk.... ditunggu kelanjutannya...:D
BalasHapusWah, saya jadi nebak-nebak endingnya nih, bikin pensaran aja nih mbak Ira :)
BalasHapusDuuuh nyesek banget dibohongi kaya' gitu ma dia. :(
BalasHapusDuuuh nyesek banget dibohongi kaya' gitu ma dia. :(
BalasHapusduh lahgi asyik2 baca bersambung :) Awan kira-kira meneysal gak ya mbak ? jangan lama-lama ya sambungannya :)
BalasHapusbagus mbak ceritanya, bikin saya inget sama mantan pertama saya !
BalasHapusOalah..fiksi toh Mbaaak... saya bacanya yang setelahnya duluan. Hahaha. Keren Mbak.
BalasHapussaya bacanya yang lanjutannya, tapi pas baca ini tetep deg-degan ya. Bikin buku or kirim2 biar dimuat.
BalasHapusNamanya itu lho, ra.. pasti yang baca ngira Ira.. Irawati Hamid :D
Terimakasih telah berkunjung dan meninggalkan komentar di sini 😊😊
Mohon untuk berkomentar menggunakan kata-kata sopan dan tidak meninggalkan link hidup yah, karena link hidup yang disematkan pada komentar akan saya hapus 😉